Posts Tagged With: kesiapsiagaan

Pentingnya Penguatan Kearifan Lokal Dalam Kesiapsiagaan Bencana

Mungkin kita pernah bertanya, apa kira-kira yang dilakukan masyarakat setempat jika terjadi gempa bumi, banjir, tanah longsor atau bencana lain di masa yang lampau ? Apakah pada saat itu sudah ada yang namanya manajemen bencana ? apakah saat itu sudah ada yang namanya kesiapsiagaan ? Apa yang mereka lakukan pada saat itu dalam menghadapi ancaman bencana ? Bagaimana mereka saat itu bisa pulih kembali setelah terjadi bencana ? Terkadang kita mungkin berpikir apa yang dilakukan mereka saat itu lebih baik daripada apa yang kita lakukan sekarang. Mereka saat itu mungkin berpikir jauh lebih ke depan daripada apa yang kita pikirkan saat ini. Mereka saat itu mungkin lebih peduli terhadap lingkungan daripada kita saat ini.

Apakah kebijakan dan implementasi penanggulangan bencana yang dibuat oleh pemerintah atau organisasi profesional lainnya sudah sesuai dengan karakterisktik suatu daerah dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat ?

Kentongan

Kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal. Kearifan menurut Wikipedia adalah suatu pemahaman dan kesadaran yang mendalam tentang orang, benda, peristiwa atau situasi sehingga persepsi, penilaian, dan tindakan yang dilakukan berdasarkan pemahaman dan kesadaran tersebut. Menurut kamus bebas dari Farlex, kearifan adalah kemampuan dan wawasan untuk membedakan dan menilai apa yang benar, tepat atau yang bersifat abadi. Kearifan juga bisa diartikan sama dengan kebijaksanaan. Lokal bisa diartikan sebagai satu tempat.

Gobyah (2003) mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal adalah produk masa lalu yang terus menerus dijadikan pegangan hidup. Walaupun lokal namun nilai-nilai yang terkandung didalamnya bersifat universal.

Menurut Caroline Nyamai-Kisia, kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitar.

Jadi secara garis besar kita bisa mengatakan bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan atau kesadaran yang diwarisi secara turun temurun yang sudah menyatu dengan masyarakat dan budaya setempat.

Saya pernah mengikuti suatu pelatihan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana tsunami di salah satu kabupaten. Pada saat itu, kami cukup kagum melihat bahwa ternyata penduduk setempat telah mempunyai cara peringatan dini yang cukup efektif dan dijalankan dengan baik. Masyarakat setempat secara turun temurun telah mewarisi pengetahuan mengenai tanda-tanda adanya ancaman tsunami dan mempunyai tradisi sendiri yang berfungsi sebagai peringatan dini untuk memperingatkan warganya mengungsi ke tempat atau daratan yang lebih tinggi. Kearifan lokal yang ada di daerah itu telah menyelamatkan banyak jiwa ketika tsunami terjadi.

Terkadang kita melihat bahwa masyarakat yang berada di lokasi rawan bencana sebagai “orang yang lemah” atau bahkan sebagai “calon korban” sehingga kita sebagai pihak luar akan datang “membawa/memberikan pengetahuan terkini” dalam berbagai bentuk. Kita tidak berpikir bahwa sebenarnya masyarakat lokal itu sendiri mempunyai kapasitas dalam kesiapsiagaan. Dari contoh di atas, bisa terlihat bahwa sebenarnya kita membutuhkan suatu cara untuk menggabungkan metode-motode lokal dengan teknik-teknik serta informasi dan pengetahuan baru agar kesiapsiagaan bisa lebih efektif. Untuk mewujudkan hal itu maka dibutuhkan kerjasama yang erat dari semua pemangku kepentingan baik itu dari pemerintah, organisasi profesional, akademisi maupun masyarakat lokal itu sendiri.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , , | Leave a comment

Peringatan Dini – Hujan Deras dan Angin Kencang

Berikut ini adalah contoh kesiapsiagaan untuk hujan lebat dan angin kencang.

Waspada Hujan Lebat Disertai Angin Kencang! Hujan deras

Itu adalah Peringatan Dini yang ada di situs BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) hari ini, Rabu, 17 Juli 2013. Kejadian di atas diprediksikan akan terjadi di beberapa provinsi di Indonesia. Bahkan kemarin, Selasa, 16 Juli 2013 banjir melanda 12 Kecamatan di Kendari, Sulawesi Tenggara yang cukup melumpuhkan aktivitas di kota tersebut.

Peringatan dini di situs BMKG tersebut adalah bentuk kesiapsiagaan yang dilakukan oleh pemerintah agar kita masyarakat umum bisa mempersiapkan diri jika terjadi banjir atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

Apa saja yang harus kita persiapkan di rumah kita jika ada peringatan dini atau perubahan cuaca seperti tersebut di atas:

1. Perhatikan kondisi rumah kita dan sekitarnya.

  • Periksa apakah ada atap yang bocor, dinding yang retak atau jendela yang rusak. Jika ada kita harus segera memperbaikinya.
  • Periksa apakah air hujan yang mengalir tersumbat di sekitar rumah kita, jika ada maka bersihkan segera.

2. Persiapkan perlengkapan untuk keadaan darurat.

  • Pastikan kita mempunyai air minum dan persediaan makanan ringan yang cukup.
  • Persiapkan senter, baterai, lilin dan korek api jika listrik padam.
  • Persiapkan obat-obatan seperlunya.
  • Persiapkan pakaian bersih serta handuk atau sejenisnya yang dibutuhkan.
  • Yang tidak kalah penting adalah amankan surat-surat atau barang-barang berharga dan persiapkan uang tunai yang cukup.

3. Mencari tahu lokasi untuk evakuasi jika terjadi banjir.

4. Bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang disekitar rumah kita untuk mencari tahu situasi terbaru.

5. Mengikuti pertemuan atau pelatihan evakuasi dan pertolongan pertama jika ada.

Apa yang harus kita lakukan di rumah kita jika terjadi banjir ?

1. Pindahkan barang-barang yang mudah rusak ke tempat yang aman.

2. Memantau situasi terkini dari televisi atau radio.

3. Berusaha untuk tetap berada di dalam rumah, jika keadaan cukup parah, tunggu sampai bantuan untuk evakuasi tiba, atau  jika terpaksa keluar lakukan seperti yang disebutkan di bawah ini.

Apa yang harus kita lakukan jika ada proses evakuasi:

1. Pastikan kompor dan sumber listrik dalam keadaan mati.
2. Mengunci semua pintu dan jendala.
3. Jangan menyentuh saklar atau sumber listrik lainnya karena kemungkinan adanya korslet.
4. Pakai sepatu yang agak tebal jika harus berjalan kaki.
5. Berhati-hati ketika jalan melalui air karena kemungkinan ada lubang atau got. Sebisa mungkin memakai tongkat atau kayu untuk mengecek kedalaman air ketika berjalan.
6. Ketika menuju ke tempat evakuasi kita tidak boleh berjalan sendirian, pastikan ada orang lain bersama kita.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , , , | Leave a comment

Kesiapsiagaan – Gambaran Umum

Tulisan ini saya mulai dengan mengutip istilah dari salah satu pendiri Amerika Serikat, Benjamin Franklin:  “By failing to prepare, you are preparing to fail”. Kutipan ini sangat cocok kita pakai untuk tahap kesiapsiagaan ini. Jika kita dan semua pihak yang terkait tidak mempersiapkan diri dengan baik atau tidak ada kesiapsiagaan maka kita pun harus bersiap-siap untuk menghadapi kerugian yang sangat besar.

Ring of fire

Tentu saja kita semua pasti mengharapakan agar tidak terjadi bencana apapun juga. Namun adalah baik jika kita tetap bersiap siaga untuk menghadapi kemungkinan seandainya hal itu terjadi.  Apalagi buat kita, Indonesia masuk dalam jalur “ring of fire”, tentu kita harus lebih meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi risiko atau ancaman bahaya / bencana. Contoh yang paling jelas saat ini bulan Juli namun curah hujan yang ada di Jakarta dan sekitarnya masih cukup tinggi padahal seharusnya kita sudah berada dalam musim kemarau. Fenomena perubahan cuaca ini juga menjadi suatu masukan buat kita untuk lebih meningkatkan kesiapsiagaan.

Seperti dalam tulisan sebelum, kita telah melihat arti kesiapsiagaan secara garis besar:

Kesiapsiagaan: kesiapan pemerintah, organisasi/lembaga profesional, masyarakat dan perorangan dalam mengantisipasi kemungkinan bencana yang terjadi, kesiapan untuk merespon ketika bencana itu terjadi serta bagaimana cara untuk memulihkan keadaan secara efektif setelah bencana terjadi.

Untuk lebih lengkapnya kita bisa memakai referensi dari The United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR, 2009) sebagai berikut:

“Kesiapsiagaan adalah pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah, lembaga-lembaga profesional dalam bidang respons dan pemulihan, serta masyarakat dan perorangan dalam mengantisipasi, merespons dan pulih secara efektif dari dampak-dampak peristiwa atau kondisi ancaman bahaya yang mungkin ada, akan segera ada atau saat ini ada”.

Jadi kita bisa membuat kesimpulan, pada intinya kesiapsiagaan itu meliputi kesiapan kita sebelum, pada saat dan sesudah bencana.

Tentu saja setiap jenis bencana membutuhkan langkah-langkah kesiapsiagaan yang berbeda namun pada dasarnya tujuan dari kesiapsiagaan itu adalah kemampuan kita untuk menghadapi bencana dengan baik dan semestinya.

Saat ini, banyak pelatihan kesiapsiagaan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga profesional lainnya. Pelatihan-pelatihan itu biasanya dibuat berdasarkan analisis dan risiko bencana yang ada di suatu lokasi tertentu.

Pelatihan menghadapi kebakaran adalah salah satu contoh aktivitas kesiapsiagaan. Kebakaran adalah salah satu jenis bencana yang paling umum.  Biasanya pengelola suatu gedung atau mall mempunyai rencana kontijensi jika terjadi kebakaran dan membuat agenda pelatihan secara teratur. Pelatihan ini harus diikuti oleh semua penghuni / pemakai gedung termasuk manajemen gedung itu sendiri.  Secara garis besar pelatihan ini mengajarkan kepada para penghuni gedung bagaimana menghadapi kebakaran, salah satu yang terpenting adalah ketika alarm kebakaran berbunyi, para penghuni diharapkan untuk tidak panik dan segera keluar dari gedung dengan menggunakan jalur yang telah dibuat menuju ke titik atau tempat evakuasi. Jadi, pada prinsipnya kesiapsiagaan untuk kebakaran adalah membuat suatu keadaan (dalam gedung atau bangunan atau rumah) yang aman dari api, membuat rute jalan keluar dari tempat kejadian, dan keluarlah dengan aman.

Pada penulisan ini kita hanya melihat gambaran umum tentang apa itu kesiapsiagaan, ke depannya kita bisa melihat lebih jauh lagi tentang kesiapsiagaan untuk beberapa jenis bencana.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , , | Leave a comment

Apa itu Manajemen Kebencanaan ?

Setelah melihat contoh-contoh bencana, kita jadi berpikir apa yang harus dilakukan ketika bencana itu terjadi. Kita tahu bahwa bencana mengakibatkan kerugian kepada siapapun yang mengalaminya. Bahkan bencana juga bisa mengakibatkan trauma yang berkepanjangan. Apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi dan menanggulangi bencana ?

Sedia payung

Peribahasa mengatakan sedia payung sebelum hujan. Payung yang harus kita sediakan pun harus sesuai dengan kebutuhan, misalnya untuk hujan yang sangat deras disertai angin yang kencang tentu kita akan memilih untuk memakai payung yang cukup besar sehingga tidak basah dan payungnya tidak terlipat ke atas ketika ditiup angin.

Peribahasa di atas sangat cocok dipakai untuk menghadapi bencana. Kita tahu bahwa bencana bisa disebabkan karena faktor alam, faktor manusia dan faktor non-alam atau sosial. Nah sekarang kita harus bisa menentukan “jenis atau ukuran serta warna payung” apa yang harus dipakai pada saat terjadi bencana?

Berdasarkan pemikiran seperti di atas dan pembelajaran dari pengalaman bencana sebelumnya, maka munculnya apa yang dinamakan Manajemen Kebencanaan. Pada awalnya ada tiga hal yang ada dalam manajemen kebencanaan ini, yaitu kesiapsiagaan, respon dan pemulihan untuk mengurangi dampak dari bencana. Pada perkembangannya, dalam tahap kesiapan ini secara garis besar dibagi menjadi mitigasi, pengurangan resiko dan pencegahan.

Berikut kita melihat secara garis besar apa yang dimaksud dengan:

Manajemen Kebencanaan: cara / ilmu yang dilakukan dan dikelola melalui suatu proses yang sistematis untuk menghadapi bencana dan mengurangi dampak yang ditimbulkan serta bagaimana untuk terus dapat melanjutkan kehidupan setelah bencana tersebut.

Mitigasi: tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari bencana.

Pencegahan: bagaimana cara menghindar dari ancaman bencana

Pengurangan resiko: cara yang sistematis untuk mengurangi resiko yang ditimbulkan pada saat bencana berdasarkan resiko dan kajian tentang bencana yang ada

Kesiapsiagaan: kesiapan pemerintah, organisasi/lembaga profesional, masyarakat dan perorangan dalam mengantisipasi kemungkinan bencana yang terjadi, kesiapan untuk merespon ketika bencana itu terjadi serta bagaimana cara untuk memulihkan keadaan secara efektif setelah bencana terjadi.

Respon: pemberian layanan dan bantuan pada saat bencana terjadi dengan tujuan utama untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi dampak penyakit atau yang berhubungan dengan kesehatan, memberikan layanan kesehatan dan memberikan bantuan kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan oleh penduduk yang terkena dampak bencana.

Pemulihan: tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang terkena bencana serta melakukan upaya untuk mengurangi resiko yang mungkin akan terjadi lagi.

Ke depannya kita akan melihat lebih mendalam tahap-tahap yang dilakukan dalam manajemen kebencanaan ini.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , , , , , | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.