Manajemen Bencana

Penilaian Logistik pada Saat Bencana

Penting bagi setiap organisasi atau lembaga kemanuasian untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kapasitas mereka dalam merespon pada saat bencana atau masa darurat bencana secara efektif dan tepat waktu. Biasanya, sesaat setelah terjadinya bencana (untuk bencana yang terjadinya secara mendadak) atau sesaat sebelum terjadinya bencana (untuk bencana yang diprediksi akan segera terjadi), organisasi atau lembaga kemanusiaan tersebut akan megirimkan tim penilai ke lokasi atau titik bencana, dan sangat penting untuk melibatkan atau mengikutsertakan seorang petugas logistik di dalam tim penilai agar dapat memahami bagaiamana layanan logistik akan diberikan atau dipakai.
Secara keseluruhan tujuan dari penilaian logistik adalah untuk memastikan bahwa pengaturan yang tepat dan memadai dibuat untuk merespon secara tepat waktu, efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terkena dampak.

Log for blog
Strategi peniliain biasanya dibuat untuk mejawab enam pertanyaan seperti di bawah ini:
1. Siapa – orang yang terkena dampak bencana
2. Di mana – lokasi orang yang terkena dampak bencana
3. Apa – barang bantuan apa yang sangat dibutuhkan
4. Kapan – barang bantuan tersebut harus dikirimkan / diterima oleh penerima bantuan
5. Berapa banyak – jumlah barang bantuan yang dibutuhkan
6. Bagaimana – inilah bagian logistik – bagaimana mengirimkan barang bantuan tersebut sampai ke penerima bantuan, dalam hal ini kita berbicara mengenai transportasi, juga mengenai pergudangan, bagaimana menangani/handle barang tersebut, kemasan, komunikasi dan aktifitas pendukung lainnya.

Berdasarkan enam poin di atas, kita bisa melihat bahwa bagian terpenting dari penilaian logistik saat bencana adalah untuk mengidentifikasi dampak pada infrastruktur transportasi serta infrastruktur sumber daya lainnya, misalnya bandara, pelabuhan laut atau pelabuhan sungai, jalan, jembatan, kapasitas truk lokal, sewa kendaraan, gudang, listrik dan informasi pendukung lainnya.

Penilaian logistik juga harus menyoroti kendala-kendala yang ada seperti kepadatan yang terjadi di bandara, prosedur bea cukai, masalah buruh dll.
Penilaian logistik selama masa darurat bencana akan tergantung pada skala bencana. Namun, biasanya, siklus penilaian akan meliputi:
1. Mengidentifikasi informasi apa saja yang dibutuhkan dan dari mana sumbernya
2. Mengumpulkan data dan informasi
3. Menganalisis dan menginterpretasikan data
4. Menyimpulkan dan membuat perencanaan untuk respon logistik
5. Mendesain dan memodifikasi rencana respon/tanggap darurat.

Categories: Bahasa, Manajemen Bencana | Tags: , , , , | Leave a comment

Sistem Komando dalam Tanggap Darurat Bencana

Pada situasi darurat bencana, kita sering mendengar informasi yang berbeda-beda mengenai jumlah korban dan kerusakan yang terjadi, selain itu pada pelaksaan tanggap darurat pun sering terjadi distribusi bantuan yang tidak merata, tidak adanya kerjasama antara berbagai pihak yang berkepentingan dan sebagainya. Situasi-situasi seperti ini biasanya disebabkan karena kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan atau instansi terkait.

Incident Commander

Untuk menghadapi situasi tersebut di atas, diperlukan suatu sistem komando untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau serta mengevaluasi kegiatan tanggap darurat bencana.

Secara garis besar, sistem komando tanggap darurat bencana adalah suatu sistem penanganan darurat bencana yang digunakan untuk mensinergikan dan mengintegrasikan pemanfaatan semua sumber daya yang ada, baik itu sumber daya manusia, peralatan maupun dana atau anggaran.

Pembentukan sistem komando tanggap darurat biasanya dilakukan pada saat keadaan darurat yang meliputi:

  1. Tahap siaga darurat. Pembentukan sistem komando pada tahap ini biasanya dilakukan untuk jenis bencana yang terjadi secara berangsur-angsur, seperti banjir atau gunung meletus. Pada tahap siaga darurat ini, pusat pengendali operasi biasanya berada pada wilayah yang bersangkutan (provinsi / kabupaten / kota).
  2. Tahap tanggap darurat. Pembentukan sistem komando pada tahap ini biasanya dilakukan untuk jenis bencana yang terjadi secara tiba-tiba, misalnya gempa bumi, tsunami dan tanah longsor.
  3. Transisi dari tahap tanggap darurat ke tahap pemulihan.

Pembetukan sistem komando untuk bencana yang terjadi secara tiba-tiba biasanya dilakukan  setelah melalui empat tahap di bawah ini:

1. Informasi tentang kejadian awal bencana. Informasi ini bisa didapatkan dari berbagai sumber, dengan membuat rumusan sederhana:

  • Apa: jenis bencana
  • Kapan: hari, tanggal, bulan, tahun, jam, waktu setempat
  • Dimana: lokasi/tempat/daerah bencana
  • Berapa: jumlah korban, kerusakan sarana dan prasarana
  • Mengapa: penyebab terjadinya bencana
  • Bagaimana: upaya apa yang telah dilakukan dan kebutuhan apa yang sangat mendesak

2. Penugasan Tim Reaksi Cepat. Dari informasi tentang kejadian awal bencana, kemudian Pemerintah atau instansi terkait biasanya langsung menugaskan Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk segera melakukan tugas pengkajian ke lokasi bencana secara cepat dan tepat serta memberikan dukungan dalam kegiatan tanggap darurat. Hasil kajian TRC akan menjadi bahan masukan dan pertimbangan kepada Pemerintah atau instansi terkait untuk menentukan langkah selanjutnya atau untuk menetapkan status atau tingkat bencana.

3. Penetapan status atau tingkat bencana. Berdasarkan usulan sesuai point 2 di atas, maka Pemerintah akan menetapkan status atau tingkat bencana. Pada tahap ini juga terkadang Pemerintah akan menunjukkan atau menugaskan seorang pejabat sebagai Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai dengan status atau tingkat bencana (skala nasional atau skala daerah).

4. Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana. Pemerintah dalam hal ini Presiden / Gubernur / Bupati / Walikota akan mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana dan segera mengaktifkannya. Mobilisasi semua sumber daya juga biasanya dilakukan pada tahap ini.

Sistem Komando Tanggap Darurat ini biasanya merupakan organisasi satu komando. Mata rantai dan garis komando serta tanggung jawabnya jelas. Biasanya semua pemangku kepentingan akan dikoordinasikan dalam satu organisasi ini berdasarkan satu kesatuan komando. Organisasi ini dapat dibentuk di semua tingkatan wilayah, baik di tingkat pusat/nasional, provinsi maupun kabupaten / kota.

Secara garis besar, struktur organisasi Komando Tanggap Darurat ini terdiri dari:

1. Komandan Tanggap Darurat Bencana.

2. Wakil Komandan Tanggap Darurat Bencana.

3. Bidang Komando:

  • Sekretariat
  • Hubungan Masyarakat
  • Keselamatan dan Keamanan
  • Perwakilan instansi / lembaga / organisasi kemanusiaan

4. Bidang umum:

  • Bidang Perencanaan
  • Bidang Operasi
  • Bidang Logistik, Peralatan dan Pengelolaan Bantuan
  • Bidang Administrasi dan Keuangan

Struktur organisasi tersebut di atas bisa dipersempit atau diperluas berdasarkan kebutuhan.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , | Leave a comment

Pentingnya Koordinasi pada Saat Tanggap Darurat Bencana

Coordination

Pada saat tanggap darurat bencana, kita pasti sering mendengar kata koordinasi, koordinasikan, mengkoordinasikan dan sejenisnya. Kata koordinasi sering sekali diucapkan, namun pada kenyataannya sulit sekali untuk dijalankan. Salah satu contoh, ketika banjir di Jakarta pada awal 2013 lalu, di beberapa tempat masih banyak terjadi kekacauan pembagian sembako karena kurangnya koordinasi antara pihak yang berwenang, pemberi bantuan maupun masyarakat yang terkena dampak bencana. Kita bisa melihat dari televisi ataupun membaca dari koran, banyak sekali keluhan dari masyarakat yang mengungsi di beberapa titik evakuasi bahwa mereka belum menerima bantuan, padahal di lain pihak kita bisa melihat bahwa banyak sekali bantuan yang telah diberikan. Pertanyaannya adalah ke mana saja bantuan yang telah diberikan dan  kenapa masih saja banyak masyarakat mengeluh belum mendapatkan bantuan? Ternyata banyak sekali bantuan yang menumpuk di posko dan belum diberikan kepada masyarakat karena kurangnya koordinasi!

Sesaat setelah terjadi bencana, banyak pihak baik secara individual maupun organisasi dan juga dari badan-badan pemerintah yang segera terjun ke lokasi dan memberikan bantuan kemanusian. Semua pihak yang memberikan bantuan itu masing-masing datang dengan kepentingannya sendiri sehingga sering sekali terjadinya persaingan prioritas. Hal ini bisa dilihat dari kurangnya pelayanan dan bantuan yang diberikan kepada masyrakat yang terkena dampak bencana, salah satu contoh seperti yang disebutkan di atas. Contoh lain adalah terjadi duplikasi jenis bantuan sehingga akhirnya tidak berguna. Salah satu pengalaman saya ketika ikut dalam operasi tanggap darurat di suatu daerah, ketika itu bantuan berupa makanan sudah sangat banyak, sampai akhirnya masyarakat menolak untuk menerima bantuan makanan. Sebenarnya yang mereka butuhkan adalah bantuan obat-obatan dan tenaga medis, namun karena kurangnya koordinasi dalam manajemen informasi akhirnya bantuan tersebut datangnya sangat terlambat.

Definisi koordinasi menurut kamus artikata.com adalah perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur. Beberapa sinonim untuk koordinasi, yaitu harmonisasi, pengaturan, pengorganisasian, penyelarasan, penyerasian, dan sinkronisasi.

Dari arti kata koordinasi serta beberapa sinonim kata tersebut, kita bisa melihat bahwa koordinasi tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Koordinasi harus dilakukan jauh hari sebelum terjadinya bencana. Koordinasi tanggap darurat bencana harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Secara garis besar, untuk bisa membuat suatu sistem koordinasi yang baik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:

  1. Keikutsertaan dari semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam situasi darurat bencana. Koordinasi harus terjadi melalui suatu proses yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan. Seseorang atau suatu badan atau organisasi yang ditunjuk sebagai koordinator harus bisa membangun suasana yang baik dan saling menghormati antara setiap pemangku kepentingan. Setiap kebijakan atau prosedur untuk tanggap darurat harus disepakati oleh semua pemangku kepentingan.
  2. Tidak berpihak kepada sesuatu (imparsial). Koordinasi harus bertujuan untuk memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan yang dibuat tidak berdasarkan kesukuan, agama, pilihan politis, jenis kelamin atau usia. Perhatian harus diberikan kepada kelompok rentan, anak-anak, orang tua, orang cacat dan ibu hamil.
  3. Harus dilakukan secara transparan. Koordinasi membutuhkan kepercayaan dari semua pemangku kepentingan. Setiap proses pengambilan keputusan dan pemberian informasi harus dilakukan secara transparan dan jujur, termasuk jika terjadi kegagalan tetap harus diinformasikan dan jangan ditutup-tutupi untuk kepentingan tertentu.
  4. Harus bermanfaat bagi masyarakat yang terkena bencana maupun pemangku kepentingan lainnya.

Salah satu langkah awal yang bisa dilakukan untuk melakukan koordinasi dalam tanggap darurat adalah melakukan pemetaan terhadap semua pemangku kepentingan dengan kapasitasnya masing-masing. Hal ini perlu dilakukan untuk dapat mengetahui dan mempermudah proses keterlibatan masing-masing pihak pada saat tanggap darurat. Pada intinya pemetaan ini mencatat:

  1. Siapa
  2. Apa
  3. Di mana: lokasi
  4. Kapan
  5. Mengapa
  6. Bagaimana

Dari data pemetaan tersebut, kemudian kita bisa melihat kapasitas dari setiap pemangku kepentingan sehingga pembagian tugas untuk penanganan darurat pun bisa lebih terkoordinasi dengan baik.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , | Leave a comment

Respons – Tanggap Bencana

Airlift to speed up assistance to the affected people

Airlift to speed up assistance to the affected people

Pada penulisan sebelumnya kita melihat respon adalah pemberian layanan dan bantuan pada saat bencana terjadi dengan tujuan utama untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi dampak penyakit atau yang berhubungan dengan kesehatan, memberikan layanan kesehatan dan memberikan bantuan kebutuhan dasar yang sangat dibutuhkan oleh penduduk yang terkena dampak bencana.

Kita juga bisa memakai referensi dari The United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR, 2009) sebagai berikut:

Respons adalah pemberian layanan tanggap darurat dan bantuan umum selama atau segera setelah terjadinya sebuah bencana yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi dampak-dampak kesehatan, memastikan keselamatan umum dan memenuhi kebutuhan dasar subsistens penduduk yang terkena bencana.

Dari referensi di atas, kita dapat melihat ada dua tahap respons, yaitu:

  1. Respons yang diberikan segera setelah terjadinya bencana atau yang kita kenal juga dengan nama tanggap darurat bencana.  Pada tahap ini kegiatan utama yang dilakukan adalah menyelamatkan nyawa dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar dan pemberian layanan kesehatan. Masa tanggap darurat bencana biasanya ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu berdasarkan rekomendasi dari lembaga atau tim khusus yang bertugas untuk menilai dan mempertimbangkan kondisi dan dampak yang terjadi sesaat setelah terjadi bencana.
  2. Respons yang diberikan selama terjadinya bencana, tahap ini kita kenal juga dengan sebutan masa transisi bencana. Pada tahap ini pemberian kebutuhan dasar dan layanan kesehatan tetap berlangsung dan mulai dilakukan pemberian bantuan untuk memperbaiki sarana prasarana vital untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi masyarakat segera berlangsung. Namun kegiatan pada tahap ini juga bersifat sementara. Terkadang tahap ini terus berlangsung sampai masa pemulihan.

Informasi awal mengenai kejadian bencana bisa didapatkan dari berbagai sumber, baik dari laporan masyarakat, pemerintah lokal setempat, media massa, internet atau sumber terpercaya lainnya. Informasi awal ini harus mencakup data yang dibutuhkan, yaitu:

  1. Apa: jenis bencana
  2. Kapan: hari, tanggal, bulan, tahun, waktu setempat
  3. Dimana: tempat atau lokasi atau daerah bencana
  4. Berapa: jumlah korban, kerusakan sarana prasarana
  5. Penyebab: penyebab terjadinya bencana
  6. Bagaimana: upaya apa yang telah dilakukan

Berdasarkan informasi awal tersebut di atas, Pemerintah atau organisasi profesional lainnya biasanya langsung menugaskan Tim Reaksi Cepat mereka untuk segera melakukan kajian secara cepat dan tepat serta memberikan layanan dukungan yang diperlukan. Secara garis besar, Tim Reaksi Cepat ini akan melakukan kajian dengan memakai referensi dari informasi awal yang diterima dan data sekunder yang tersedia. Hasil kajian cepat harus memuat data yang diperlukan, yaitu:

  1. Menjelaskan jenis bencana.
  2. Menjelaskan waktu terjadinya bencana.
  3. Menjelaskan tempat atau lokasi atau daerah bencana.
  4. Menjelaskan siapa dan berapa jumlah korban, yaitu berapa jumlah korban yang meninggal dunia, luka berat, luka ringan, sakit, hilang dan jumlah pengungsi, kerusakan bangunan dan sarana prasarana vital.
  5. Membuat analisis singkat penyebab terjadinya bencana.
  6. Membuat analisis singkat sumber daya yang tersedia di daerah terdekat dengan lokasi bencana dan kebutuhan bantuan sumber daya yang mendesak.

Dari hasil kajian Tim Reaksi Cepat ini, kemudian Pemerintah akan menetapkan status atau tingkat bencana dan menetapkan langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk respons.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , , , | Leave a comment

Kesiapsiagaan – Tips Sederhana Menghadapi Gempa Bumi

Gempa bumi adalah salah satu bencana alam yang sering sekali terjadi.  Khusus buat kita di Indonesia, hampir setiap hari gempa bumi terjadi di berbagai tempat dengan skala yang berbeda-beda. Saya sekitar setahun lalu masih terdaftar sebagai salah satu penerima info gempa bumi dan peringatan tsunami dari BMKG melalui sms. Hampir setiap hari saya menerima sms dari BMKG yang menginformasikan tentang gempa yang terjadi di berbagai lokasi di Indonesia.

Secara garis besar gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang disebabkan oleh lempengan (kerak bumi) yang bergerak. Semakin lama tekanan itu makin membesar sehingga mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan, pada saat itulah gempa bumi terjadi. Gempa bumi bisa terjadi kapan saja dan dimana saja serta sifatnya tidak dapat diprediksi, oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk selalu bersiapsiaga.

EQ

Kita mungkin sudah sering diajarkan mengenai hal-hal apa yang harus dilakukan ketika gempa bumi terjadi. Dalam penulisan ini saya hanya coba memberikan tips sederhana yang mungkin berguna bagi kita.

Apa saja yang harus kita persiapkan di rumah:

1. Perhatikan kondisi rumah kita.

  • Barang pecah belah sebaiknya diletakkan di bagian yang rendah dan tertutup.
  • Lemari dan barang-barang yang berat dirapatkan ke dinding.
  • Pigura foto, lukisan, cermin atau sejenisnya yang digantung di dinding sebaiknya jangan berada di atas tempat tidur, di atas kursi atau sofa atau di atas barang pecah belah.
  • Cek apakah lampu-lampu telah terpasang dengan kuat.
  • Periksa apakah ada atap yang rusak, dinding yang retak atau jendela yang rusak. Jika ada kita harus segera memperbaikinya.

2. Persiapkan perlengkapan untuk keadaan darurat.

  • Pastikan kita mempunyai air minum dan persediaan makanan ringan yang cukup.
  • Persiapkan senter, baterai, lilin dan korek api jika listrik padam.
  • Persiapkan obat-obatan seperlunya.
  • Persiapkan pakaian bersih serta handuk atau sejenisnya yang dibutuhkan.
  • Persiapkan daftar kontak yang dibutuhkan, misalnya nomor telepon rumah sakit, polisi atau nomor darurat lainnya serta keluarga yang tidak serumah.
  • Yang tidak kalah penting adalah amankan surat-surat atau barang-barang berharga dan persiapkan uang tunai yang cukup.

3. Mengidentifikasi tempat yang aman di dalam rumah jika terjadi gempa.

  • Di bawah meja atau perabot lainnya yang cukup kuat.

4. Menambah pengetahuan kita dan seluruh anggota keluarga tentang bagaimana harus bersikap jika terjadi gempa bumi.   Jika perlu, lakukan simulasi sederhana bersama seluruh anggota keluarga.

5. Mencari tahu lokasi untuk evakuasi jika terjadi gempa bumi.

6. Mengikuti pertemuan atau pelatihan evakuasi dan pertolongan pertama jika ada.

Apa yang harus kita lakukan di rumah kita jika terjadi gempa bumi ?

1. Jangan berlari keluar rumah dan jangan panik.
2. Merunduk hingga menyentuh lantai, cari perlindungan di bawah meja atau perabot lain yang kuat dan tunggu hingga guncangan berhenti.
3. Jika berada di atas tempat tidur, lindungi kepala dengan bantal. Jika keadaan memungkinkan segera bergerak menuju ke bawah tempat tidur atau sisi terdekat yang aman seperti merapat ke dinding di siku bangunan.
4. Jauhi kaca, cermin, barang-barang yang tergantung di dinding atau barang lainnya yang mudah jatuh.
5. Jangan menyentuh saklar atau sumber listrik lainnya karena kemungkinan adanya korslet.
6. Tetap berada di dalam rumah sampai guncangan berhenti dan keadaan sudah aman.

Apa yang harus kita lakukan jika berada di luar rumah pada saat terjadi gempa bumi ?

1. Jauhi bangunan, pohon, lampu jalan, tiang listrik dan telepon, papan reklame dan sebagainya.

2. Usahakan mencari daerah yang terbuka dan tetap berada di luar di tempat yang aman sampai guncangan berhenti dan keadaan sudah aman.

3. Jika berada di dalam mobil atau sedang naik motor, segera menepi dan berhenti. Hindari berhenti di dekat atau di bawah pohon, bangunan, jembatan, lampu jalan, tiang listrik dan telepon, papan reklame dan sebagainya. Lanjutkan berkendara jika guncangan berhenti dan keadaan aman, hindari melalui jembatan atau halangan lain yang rusak akibat gempa.

4. Jangan menggunakan lift jika kita berada di gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, bioskop atau tempat lain yang mempunyai lift.

5. Jika terjebak di dalam lift, tekan semua tombol yang ada dan segera keluar jika lift berhenti. Jika tersedia interphone di dalam lift dan berfungsi, segera hubungi manajer gedung menggunakan interphone tersebut.

6. Jika berada di dalam kereta api, berpeganglah pada tiang kereta api sehingga tidak terjatuh jika kereta mendadak berhenti dan jangan panik, ikuti penjelasan dan informasi yang disampaikan oleh petugas kereta api.

Apa saja yang kita lakukan setelah terjadi gempa bumi:

1. Tetap berjaga-jaga jika terjadi gempa susulan, terkadang bahkan guncangan kedua lebih kuat dari yang pertama.
2. Dengarkan berita dari televisi atau radio yang bisa diakses, dengarkan informasi terkini dan bantuan darurat jika ada.
3. Gunakan telepon jika akan melakukan panggilan darurat.
4. Jauhi area yang hancur atau retak.
5. Jauhi lokasi yang berbau cairan berbahaya seperti bensin, minyak tanah atau cairan kimia lainnya.
6. Periksa apabila ada kebocoran gas, jika tercium bau gas segera keluar dari rumah / bangunan.
7. Bantu korban yang luka terutama anak-anak, orang tua atau orang cacat. Berikan pertolongan pertama secara benar. Jangan memindahkan korban yang terluka serius untuk menghindari luka yang lebih parah, cari bantuan medis sesegera mungkin.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , | 3 Comments

Pentingnya Penguatan Kearifan Lokal Dalam Kesiapsiagaan Bencana

Mungkin kita pernah bertanya, apa kira-kira yang dilakukan masyarakat setempat jika terjadi gempa bumi, banjir, tanah longsor atau bencana lain di masa yang lampau ? Apakah pada saat itu sudah ada yang namanya manajemen bencana ? apakah saat itu sudah ada yang namanya kesiapsiagaan ? Apa yang mereka lakukan pada saat itu dalam menghadapi ancaman bencana ? Bagaimana mereka saat itu bisa pulih kembali setelah terjadi bencana ? Terkadang kita mungkin berpikir apa yang dilakukan mereka saat itu lebih baik daripada apa yang kita lakukan sekarang. Mereka saat itu mungkin berpikir jauh lebih ke depan daripada apa yang kita pikirkan saat ini. Mereka saat itu mungkin lebih peduli terhadap lingkungan daripada kita saat ini.

Apakah kebijakan dan implementasi penanggulangan bencana yang dibuat oleh pemerintah atau organisasi profesional lainnya sudah sesuai dengan karakterisktik suatu daerah dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat ?

Kentongan

Kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal. Kearifan menurut Wikipedia adalah suatu pemahaman dan kesadaran yang mendalam tentang orang, benda, peristiwa atau situasi sehingga persepsi, penilaian, dan tindakan yang dilakukan berdasarkan pemahaman dan kesadaran tersebut. Menurut kamus bebas dari Farlex, kearifan adalah kemampuan dan wawasan untuk membedakan dan menilai apa yang benar, tepat atau yang bersifat abadi. Kearifan juga bisa diartikan sama dengan kebijaksanaan. Lokal bisa diartikan sebagai satu tempat.

Gobyah (2003) mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal adalah produk masa lalu yang terus menerus dijadikan pegangan hidup. Walaupun lokal namun nilai-nilai yang terkandung didalamnya bersifat universal.

Menurut Caroline Nyamai-Kisia, kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitar.

Jadi secara garis besar kita bisa mengatakan bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan atau kesadaran yang diwarisi secara turun temurun yang sudah menyatu dengan masyarakat dan budaya setempat.

Saya pernah mengikuti suatu pelatihan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana tsunami di salah satu kabupaten. Pada saat itu, kami cukup kagum melihat bahwa ternyata penduduk setempat telah mempunyai cara peringatan dini yang cukup efektif dan dijalankan dengan baik. Masyarakat setempat secara turun temurun telah mewarisi pengetahuan mengenai tanda-tanda adanya ancaman tsunami dan mempunyai tradisi sendiri yang berfungsi sebagai peringatan dini untuk memperingatkan warganya mengungsi ke tempat atau daratan yang lebih tinggi. Kearifan lokal yang ada di daerah itu telah menyelamatkan banyak jiwa ketika tsunami terjadi.

Terkadang kita melihat bahwa masyarakat yang berada di lokasi rawan bencana sebagai “orang yang lemah” atau bahkan sebagai “calon korban” sehingga kita sebagai pihak luar akan datang “membawa/memberikan pengetahuan terkini” dalam berbagai bentuk. Kita tidak berpikir bahwa sebenarnya masyarakat lokal itu sendiri mempunyai kapasitas dalam kesiapsiagaan. Dari contoh di atas, bisa terlihat bahwa sebenarnya kita membutuhkan suatu cara untuk menggabungkan metode-motode lokal dengan teknik-teknik serta informasi dan pengetahuan baru agar kesiapsiagaan bisa lebih efektif. Untuk mewujudkan hal itu maka dibutuhkan kerjasama yang erat dari semua pemangku kepentingan baik itu dari pemerintah, organisasi profesional, akademisi maupun masyarakat lokal itu sendiri.

Categories: Manajemen Bencana | Tags: , , , , , , | Leave a comment

Blog at WordPress.com.